Pengetahuan tentang perhitungan PK-PM (Pajak Masukan dan Pajak Keluaran) sangat penting bagi PKP. Seperti yang Kita ketahui, Pengusahan Kena Pajak (PKP) memiliki kewajiban memungut PPN, melakukan penyetoran PPN, dan melaporkan SPT PPN. Pemungutan PPN tersebut dilakukan oleh PKP dengan menerbitkan suatu faktur pajak. Seperti yang telah dijelaskan pada materi faktur pajak, faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP.
Setelah melakukan penerbitan faktur pajak, PKP berkewajiban untuk melakukan penyetoran PPN yang telah dipungut tersebut pada SPT Masa PPN. Penyetoran PPN dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung jumlah PPN yang harus disetorkan. Jumlah yang harus disetorkan oleh pengusaha kena pajak tidak serta-merta dihitung berdasarkan jumlah PPN yang dipungut. Konsep penyetoran PPN di Indonesia mengenal perhitungan pajak masukan dan pajak keluaran. Hal ini terjadi karena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berbeda dengan Pajak Penjualan (PPn) yang dulu berlaku. PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dikenakan atas pertambahan nilai BKP/JKP bukan atas penjualan.
Pada materi kali ini kita akan membahas lebih dalam mengenai pajak masukan, pajak keluaran, dan konsep perhitungan PK-PM pada Pajak Pertambahan Nilai, serta akan membahas contoh kasus penyetoran PPN. Simak informasi berikut
Pajak masukan dan pajak keluaran
Sebelum membahas lebih jauh mengenai Pajak Masukan (PM) dan Pajak Keluaran (PK), kita akan membahas terlebih dahulu apa itu pajak masukan dan apa itu pajak keluaran, serta perbedaan antara pajak masukan dan pajak keluaran.
Berdasarkan UU PPN Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak atas transaksi yang terutang PPN. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan transaksi yang terutang PPN.
Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pajak masukan adalah PPN yang telah dibayarkan dan pajak keluaran adalah PPN yang telah dipungut. Perbedaan yang mencolok antara pajak masukan dan pajak keluaran adalah pihak yang menerbitkan/menerima faktur pajak. Bagi pihak yang menerbitkan faktur pajak, maka PPN tersebut adalah pajak keluaran dan bagi pihak yang menerima faktur pajak, PPN tersebut merupakan pajak masukan.
Konsep perhitungan PK-PM
Setelah mengetahui pengertian pajak masukan dan pajak keluaran, kita akan melangkah lebih jauh dan membahas tentang perhitungan PK-PM. Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan bahwa jumlah PPN yang harus disetorkan oleh PKP tidak serta-merta diambil dari jumlah PPN yang telah dipungut. Untuk mengetahui jumlah PPN yang harus disetorkan, PKP harus melakukan perhitungan PK-PM terlebih dahulu. Umumnya perhitungan ini akan dihitung secara otomatis saat PKP melakukan perlaporan SPT PPN pada web efaktur. Namun, kita akan membahas tentang konsep perhitungan ini sebagai tambahan informasi rekan-rekan.
Perhitungan PK-PM dilakukan dengan mengurangkan nilai pajak keluaran dengan pajak masukan. Nilai pajak keluaran didapatkan dari nilai jumlah faktur pajak yang telah dibuat dan nilai jumlah faktur pajak yang digunggung. Perlu diketahui bahwa faktur pajak yang termasuk dalam perhitungan pajak keluaran adalah faktur pajak atas transaksi yang dipungut oleh PKP, antara lain dengan kode 01, 04, 06, dan 09.
Setelah menghitung nilai pajak keluaran, selanjutkan menghitung nilai pajak masukan. Nilai pajak masukan untuk perhitungan ini dihitung dari jumlah PPN yang telah dipungut atau melalui mekanisme setor sendiri dan dapat dikreditkan. Pajak masukan yang dapat dikreditkan merupakan pajak masukan atas penyerahan BKP/JKP yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, mencantumkan identitas pembeli, serta yang tidak diatur khusus sebagai PM yang tidak dapat dikreditkan. Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan, misalnya PM yang berhubungan dengan transaksi yang tidak terutang PPN, PM yang berhubungan dengan transaksi yang mendapat fasilitas PPN dibebaskan (faktur 08), dll.
Setelah mengetahui nilai PK dan PM. Nilai PK tersebut kemudian dikurangkan dengan nilai PM. Apabila hasil pengurangan tersebut bernilai positif (PK lebih besar dari PM), maka PKP harus menyetorkan PPN sejumlah nilai tersebut. Apabila hasil pengurangan tersebut bernilai negative (PK lebih kecil dari PM), maka SPT PPN memiliki status lebih bayar dan atas lebih bayar tersebut dapat diminta kembali (restitusi atau pengembalian pendahuluan) atau dikompensasikan ke masa pajak selanjutnya.
Contoh perhitungan PK-PM
Contoh perhitungan PK-PM lebih bayar
PT ABC merupakan pengusaha kena pajak di Jakarta. Pada masa Januari 2022 memiliki transaksi PPN sebagai berikut.
- Menerbitkan 3 faktur pajak (kode 01) dengan total PPN terutang sebesar Rp 50.000.000
- Menerbitkan 1 faktur pajak atas transaksi dengan instansi pemerintah (kode 02) dengan total PPN terutang sebesar Rp 70.000.000
- Melakukan transaksi penyerahan ke konsumen akhir (menggunakan faktur pajak digunggung) sebesar Rp 100.000.000
- Menerima 5 faktur pajak (kode 01) atas transaksi pembelian dengan total PPN terutang sebesar Rp 180.000.000
- Terdapat kompensasi lebih bayar dari bulan Desember 2021 sebesar Rp 40.000.000
Atas transaksi tersebut perhitungan PK-PM sebagai berikut.
- PK
3 Faktur Pajak Rp 50.000.000
Faktur pajak digunggung Rp 100.000.000
Total Rp 150.000.000
- PM
5 faktur pajak Rp 180.000.000
Kompensasi bulan sebelumnya Rp 40.000.000
Total Rp 220.000.000
Berdasarkan perhitungan diatas diketahui bahwa total PK adalah sebesar Rp 150.000.000 dan total PM adalah sebesar RP 220.000.000. Oleh karena itu, PPN terutang untuk masa Januari 2022 adalah sebesar Rp 150.000.000 – Rp 220.000.000 = -Rp70.000.000. Karena nilai tersebut bersifat negative, Maka untuk Masa Januari 2022, SPT Masa PPN berstatus lebih bayar sebesar Rp 70.000.000. Atas lebih bayar tersebut PKP dapat melakukan restitusi atau melakukan kompensasi ke bulan selanjutnya.
Contoh perhitungan PK-PM kurang bayar
PT STU merupakan pengusaha kena pajak di Bandung. Pada masa Desember 2021 memiliki transaksi PPN sebagai berikut.
- Menerbitkan 3 faktur pajak (kode 01) dengan total PPN terutang sebesar Rp 150.000.000
- Melakukan transaksi penyerahan ke konsumen akhir (menggunakan faktur pajak digunggung) sebesar Rp 100.000.000
- Menerima 2 faktur pajak (kode 01) atas transaksi pembelian dengan total PPN terutang sebesar Rp 80.000.000
- Melakukan impor barang dengan PPN impor sebesar Rp 20.000.000
Atas transaksi tersebut perhitungan PK-PM sebagai berikut.
- PK
3 Faktur Pajak Rp 150.000.000
Faktur pajak digunggung Rp 100.000.000
Total Rp 250.000.000
- PM
5 faktur pajak Rp 80.000.000
PPN impor Rp 20.000.000
Total Rp 100.000.000
Berdasarkan perhitungan diatas diketahui bahwa total PK adalah sebesar Rp 250.000.000 dan total PM adalah sebesar RP 100.000.000. Oleh karena itu, PPN terutang untuk masa Desember 2021 adalah sebesar Rp 250.000.000 – Rp 100.000.000 = Rp150.000.000. Maka untuk Masa Desember 2021, SPT Masa PPN berstatus kurang bayar sebesar Rp 150.000.000 dan PKP harus menyetorkan nilai tersebut sebelum melakukan pelaporan SPT PPN